Rabu, 02 Januari 2013

Cerita Cinta Penuh Warna III

Aku terpaku menatap langit-langit kamarku. Aku hanya mampu mendengarkan, sesekali menatap matanya. Melihat gerutan dikeningnya sambil mengutarakan isi hatinya. Saat itu aku tidak begitu terlalu paham apa yang dia bicarakan padaku. Yang aku ingat saat itu adalah aku hanya mengiyakan apa yang aku rasa itu hanya butuh respon anggukan dari kepala ku. Sampai saat ini aku tidak bisa mengingat dengan jelas kejadian itu. Namun massih terekam jelas diotakku saat itu adalah kata "Menikah" dan dia menunjukkan selembar foto seorang wanita cantik berjilbab anggun. Beberapa minggu berlalu, hingga akhirnya orang tua ku memutuskan untuk melamar si wanita berjilbab anggun itu. ntah angin apa, yang membuat keluargu berpikir seperti itu dan cepat mengambil kesimpulan. Padahal kakakku sendiri belum pernah bertemu dengan wanita berjilbab itu. Dia hanya sekedar tau namanya dan beberapa informasi yang diberikan temannya. Jadi kakakku ini dijodohkan pada wanita berjilbab itu oleh teman-teman kampusnya yang kenal lama dengan dia dan wanita berjilbab itu. Singkat cerita tibalah waktu lamaran, pertama kalinya melamar tanpa pernah melihat siapa yang akan dilamar, rumahnyapun akhirnya susah payah dicari. Mengingat kita beda pulau. Bandung menyapa orang tuaku bersama dua kakakku. Setiba dirumah tujuan, Alhamdulillah dilakukan penyambutan yang sangat ramah. Saat itulah suasana yang menegangkan dimulai. Orangtuaku dan kakakku mengutaran maksud dari mereka. Setelah ada perbincangan diantara kedua orang tua, sang wanita berjilabab keluar dari ruangan kecil disudut rumah. Selama beberapa detik kemudian wanita itu masuk lagi. Segera diputuskanlah apakah wanita menerima atau tidak dan laki-lakipun begitu. Namun sebelum ditentukan keputusannya, orang tua dari wanita berjilbab itu menanyakan sesuatu yang lumayan menguji, "Apakah kamu tetap bersedia menikahi anakku, karena jari telunjuk sebelah kanannya putus?". Hebatnya lagi kakak menjawab sanggup. Dan akhirnya taraaaaa mereka segera mendiskusikan acara pernikahan. Saat itu saya masih ingat sekali, diruang yang serba putih, tangan tertancap syrink infus, kondisi badan yang sangat lemah, satu minggu saya di opname. Selama itu juga saya melihat nyata kesibukan keluargaku di ruangan itu. Mulai dari hal yang paling kecil, dan sampai ke acara puncak semua didiskusikan di ruangan itu. Untungnya karena fasilitas askes orang tua ku, aku diinapkan di kamar satu. Dan karena penyakit yang aku derita itu bersifat menular maka ruangan yang paling banyak diisi dua orang itu, aku tempati dengan leluasa. Saat itu aku diuji Allah dengan tiga macam penyakit Malaria, gejala tifus, dan "Uap" bahasa daerahnya sih gitu. Alhamdulillah samapai saat ini saya tidak tidak ingin di opname lagi. Rasanya seperti terkurung diperlengkap tangan diikat. Semoga tidak ada yang keempat di opname. Melihat keluargaku yang sibuk diruangan itu dengan kondisi yang tidak terlalu nyaman aku merasa bersalah. Seharusnya mereka mendiskusikan acara yang semakin dekat itu di tempat yang nyaman dan tidak harus memikirkan keadaanku. Alhamdulillah mendekati hari H aku memaksa dokter untuk mengeluarkanku. Walaupun smepat diomelin tapi bodo lah. Akhirnya keluargakupun menuju acara puncak. Mobil dengan rombongan menempuh perjalanan satu hari satu malam untuk tiba di Jakarta Selatan, Kalibata. Disana kita disediakan rumah salah satu anggota DPR di komplek anggota DPR. Fasilitas yang oke menurutku. Tidak lama kami harus menunggu, karena memang direncanakan sesuai jadwal. Akhirnya keesokan harinya, sore yang menegangkan di Masjid Al-Amin komplek DPR Kalibata ikrar itupun dilaksanakan, mas kawin yang berupa hapalan beberapa surat Al-Qur'an itupun menggema. Ditambah lagi jumlah yang hadir pada akad nikah itu tidak diduga. Sampai keluar-luar masjidpun dipenuhi para undangan. Katanya sih baru kali ini rame banget yang nyaksiin akad nikah. Ntahlah pakah karena kehadiran ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid yang pada saat itu jadi penasehat kedua pasangan baru atau memang mereka murni antusias. Malamnyapun acara resepsi di gelar. Di gedung serbaguna komplek DPR RI yang malam itu disulap bak garden party. Konsep alam yang sangat aku sukai. Dan hebatnya lagi untuk pertama kalinya saya hadir dalam acara pernikahan yang Ukhwat dan Akhwaynya dipisah. Dibatasi dengan jejeran tanaman dan didominasi oleh tanaman pisang. Serasa dihutan saat itu. Ditambah lagi gemerlap lilin di setiap sisi ruangan yang tetap menyala di dalam batangan es batu. Semua makanan jajanan pun ada di sana, mulai dari mie ayam, bakso, pempek, siomay, soto, sate, es krim, dan bahkan rujak mie pun ada. Ditambah lagi berbagai macam potongan buah yang diwadahi bongkahan es batu di tengah ruangan. At the fist time datang ke acara seperti ini. Aku bersyukur sekali. Tidak hanya itu akupun bertemu dan salaman serta di sapa langsung oleh beberapa menteri yang sedang menjabat pada saat itu. Seperti mentri kesehatan, mentri pertanian dan pejabat penting lainnya. Namun itu bukan yang saya banggakan sebenar benarnya. Melainkan proses pernikahan mereka yang sangat aku kagumkan. Yang sesuai syariat Islam. Keluarga yang dibangun dengan pondasi islam. Bagaimana dengan kisah ku????? Proses pernikahan seperti kakakku yang ketiga - kekuatan cinta yang tiada tara seperti kakakku yang kedua - dan kemapanan hidup dalam keluarga seperti kakak sulungku. Bismillah, kalau aku disini sedang memperbaiki diri, InsyaAllah jodohku disana sedang memperbaiki dirinya juga. Amiiiiiin :)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar