Minggu, 18 Agustus 2013

Masa SMA - Masa Remaja di Gedung Berlantai Tiga

“Ceremony begin”, “morning assembly begin” – “attention! To the front present arm! Order arm!” – “report ten two complete, eleven sains four one sick and two permition, twelve sains one all sweets report finish” – “oke report accept, comeback!” – “comeback” *balik kanan, kembali ke barisan. – “Report ceremony begin” – “comeback!” – “ladies and gentleman, Assalamu’alaikum wr.wb. Firstly I wanna say thanks to the God bacause I can stand up here with good condition, and the second I would like to say thanks to my classs advisor Miss … and my classmate… *yel-yel kelas*. Oke in this afternoon/ morning I wanna bla bla bla….”
Itu kata-kata yang tiap pagi sore gue denger pas apel pagi maupun sore. Ketika kata-kata itu terdengar di pagi hari, hal yang pasti dilakukan adalah berlari kencang dari pos satpam sembari melemparkan tas ntah kemana berharap buku poin tidak diisi. Atau di sore hari, satu kelas akan berlari meskipun di lantai tiga tabrak-tabrakan nyari sepatu dan bahkan tidak jarang memakai sepatu di barisan. Itu jaman SMA. Jaman dimana masa remaja gue dihabiskan begitu saya di gedung bertingkat tiga.
Berangkat dari rumah jam 6 pagi, apel pagi lalu pulangpun tak jarang di angka jam yang sama. Yah pulang jam 6 sore ketika satpam memaksa pulang. Menghabiskan waktu walau hanya bergitar bernyanyi ria, menari-nari indah di lapangan basket dengan sepatu PDH atau hanya memakai kaos kaki saja. Jauh lebih mengasyikkan dari pada harus pulang ke rumah. Bubar dari barisan apel sore (16.20) biasanya saya dan segelintir teman saya akan berlari-lari kecil mengejar mamang pentol di depan gerbang sekolah. Menikmatinya bersama teman di sudut-sudut sekolah sungguh itu momen gue banget. Melihat anak asrama yang menyegerakan ganti baju untuk bermain voli atau bahkan futsal udah biasa banget. Masa-masa gue dimana remaja gue bukan seperti mereka yang menghabiskan waktu bermain dengan geng motor atau mungkin makan kesana kemari, jalan sana jalan sini. Kalo gue? Yah hanya sebatas pagar sekolah, gak ada baju-baju bagus untuk bermain, karena yang gue tau cuma baju sekolah dan sekolah.
Cukup betah menghabiskan masa remaja di dalam ruang ber-AC kedap suara dan dilengkapi proyektor dan speaker. Sekedar untuk menonton film ala bioskop di kelas ketika jam pelajaran kosong. Meja dan bangku yang nyaman, tak jarang tidur di kelas yang bersih itu walau kita tak pernah piket. Ini masa gue banget, jam kosong dihabiskan dengan menonton atau bermain kartu sambil makan-makan di kelas. Walaupun ada CCTV, tak masalah sedikitpun karena jarang ada yang jaga CCTV dari kantor. Guru-guru muda datangan dari luar kota yang disaring begitu ketat. Bagaimana tidak ini sekolah RSBI. Sekolah Adiwiyata. Sekolah gratis dengan fasilitas fantastis. Makan siang dan asramapun GRATIS! Ah lupakan kalian pasti ga sanggup denger.
Dulu waktu kelas sepuluh, saya terkena syndrome Smanda, dimana gue shock harus menerima kenyataan untuk menggunakan bahasa Inggris disetiap pelajaran. Gimana mau nyerap pelajaran kalo itu guru ngomong apa juga gak ngerti. Apalagi pake kurikulum IGCSE, ampuuun itu buku apa banget lah. Tebelnya gak ketulung, harus dibawa tiap hari lagi. Yang gue ingat buku yang paling tipis itu buku Bahasa Inggris dan yang paling tebel itu Matematika. Udah tebel, pake Bahasa Inggris lagi yang ngajar juga serem-serem lagi, hukumannya aneh-aneh kadang keluar kelas muka penuh coretan spidol gara-gara gak ngucapin dalam Bahasa Inggris atau kalah dalam game. Perlengkapan sebelum masuk kelaspun melebihi perlengkapan tentara ketika mau perang melawan sekutu. “ my dear students, don’t forget to bring bordmarker, nametag, oxford dictionary, calculator, blab la bla ha ho ha hoo” apalah itu. Itu masa terkelam gue selama SMA. Masa dimana pertumbuhan gue tehambat gara-gara harus membawa buku tebelnya ampun dah.
Setelah gue menginjak kelas sebelas, perubahan 100 persen terjadi. Bagaimana tidak saya bertemu mereka orang-orang yang sealiran sama saya walopun kita Cuma berlima belas. Kocak parah. Gila parah. Ini masa-masa gue yang gabisa lepas dari otak gue. Masa dimana gue minggat dari kelas, masa dimana hukuman datang bertubi-tubi, gak masuk pelajaran berkali-kali, males moving class, mulai mengenal dunia malam walau hanya minum es kelapa muda atau menggigit sekutil pempek panggang, menghabiskan waktu berjam-jam di kantin, masa gue mulai mengnenal mencontek dengan cara tidak halal, bolos sekolah hanya untuk karoke, dancing setiap pelajaran kosong, royalitas antara teman sangat nyata, gak pernah ada masalah dengan duit, pertama kali gue nangis bareng satu kelas, sekecil apapun momen itu passti dirayakan, tidur bareng dalam satu ruangan ketika menjelang ujian, makan satu untuk semua,pelukan sampe impit-impitan ketika lampu padam, cerita, bernyanyi tiada batas, membuat mereka semua iri dengan solidaritas kita, masa-masa jaya gue selaku seorang remaja. Gue kangeeeeeeeeennn :’(
Sampai saat ini, dunia gue melekat banget sama mereka. Duniapun tahu akan hal ini.
Setelah kelas dua belas? Inilah masa gue mulai merangkak dewasa, memulai keseriusan belajar. Kalo kelas sebelas gak pernah ngerjain PR. Kalo sekarang ada jam kosongpun ngerjain soal-soal. Saatnya gue move on dari masa remaja gue. Move on dengan merangkak, mencari bibit-bibit yang tersisa yang sealiran sama gue. Hanya sedikit, karena guru begitu tau kita seperti apa, merekapun memisahkan kita hingga rangkaian terkecil. Tak masalah, disini dalam rangkakakan gue menuju kedewasaan, gue dibimbing temen-temen yang begitu lunak hatinya untuk menerima saya, mengajarkan saya banyak hal. Membantu saya move on. Ini kelas yang berkesan, walau di awal wali kelas saya yang kebetulan guru dekat saya sewaktu kelas sebelas begitu banyak motivasi untuk move on. Ah masa-masa SMA gue emang gak akan pernah bisa ditumpahkan disini sepenuhnya.
Kangen tidur di toilet sambil nonton film bareng temen-temen (aseli toiletnya wangi and bersih), kangen juga mandi masal di toilet sekolah sembari melemparkan sabun dari kamar mandi ujung satu sampai keujung lainnya. Teriak-teriak “wooiii sabun woooiii!” kangen rebutan wifi satu kelas “minggir woi jangan disini, ntar jaringannya lemot”. Kangen beli kaos kaki yang rutin bolong. Kangen lari-lari ke cafeteria hanya untuk menebak hari ini makan lauk apa. Kangen diteriakin guru kalo lagi makan sendok gak boleh bunyi, makan gak boleh bersuara, atau bahkan “WAKTU TINGGAL 5 MENIT LAGI!” hahahhah antrian panjang hanya untuk mengembalikan piring kotor. Kangen sholat berjamaah di kelas. Kangen dihukum gara-gara makan salah gelombang sampe diumumin di apel. Kangen bikin yel-yel kelas ketika kelas jadi master of ceremony. Kangen gak buat PR satu kelas terus dihukum hormat tiang bendera. Kangen moving class sambil lari-lari eh macet di tangga gara-gara semua kelas pada moving class. Kangen ketika harus baris di belakang hanya untuk menyembunyikan kalau ada perlengkapan yang lupa dipakai (entah ikat pinggang, dasi, topi atau name tag) Aaaaaahh so many. I realy miss it !

2 komentar:

  1. jujur, gue bacanya sambil deg-degan ki. :')

    BalasHapus
  2. Kangen Vector yang selalu setia ngerayain Ultah Bundo Lidya (pura-pura siru). Kangen sokongan tiap bulan Agustus. Karena biasanya ada acara Ultah gabungan (Dauz, Tifah, Fana, Arpan, Rahma, dan cewe kece badai tralala bigotu ini) Hahaha :D

    BalasHapus