Halo loha.. Longtime no blogging! Kali ini gw mau sedikit cerita tentang kegiatan gw akhir-akhir ini. Kalo boleh jujur gw nulis Blog ini di sela-sela jadwal UTS gw. Gw bingung mau mulai dari mana. Sebenernya ini bukan rincian harga atau itinerary perjalanan gw ke Bali sih, tapi lebih tentang pengalaman perjalanan yang bagi gw sendiri ini sebagai perenungan.
Jadi ceritanya gw dapat undangan test di Denpasar, Bali. Yang diundang gak cuma gw, tapi ada temen2 gw dan adik tingkat gw di Diploma IPB. Jumlahnya 9 orang (yang berangkat dari Malang). Kita dibagi menjadi 2 kubu. Kubu Kere lewat darat (Iwid, Ahlul, Mega, Tati, Rut dan gw) Sedangkan kubu Kaya lewat udara (Nurul, Ajus, dan Dian). Kubu Kaya beragkat duluan di hari kamis siang, otomatis mereka udah punya penginapan yang bisa kami tebengi setiba di Bali sambil menunggu cek in.
Sebelum berangkat kita (Kubu Kere) ngadain diskusi dulu, jujur sebenernya gw gak terlalu dekat dengan mereka. Mau jalan bareng aja gw tuh agak ragu takut pada saling gak enakeun. Selama di diploma kami jarang bertegur sapa. Akhirnya gw diajak bareng sama mereka buat perjalanan ke Bali + diberi amanat buat urus masalah perjalanan, akomodasi, dan hotel selama di sana. Amanat ini diberikan ke gw bukan serta merta karena apa, mereka menilai gw pernah ke sana lewat jalur darat, so mereka pengan gw jadi pemandunya. Oke! Sight! Rencana awal gw pengen banget Bali langsung cus Lombok. Tapi tapi tapi gw terhalang oleh amanat. Oke mungkin belom kali ini, belom sekarang gw ke Lombok! Singkat cerita perjalanan pun kami mulai dari kos-kosan gw. Rutenya adalah Malang - Banyuwangi - Denpasar.
Dari awal tuh ya kita udah diturunin grab car gegara ada angkot yang marah. Bikin macet and ofcourse bikin malu! Yeay akhirnya kita tetap memilih transportasi onlen buat anterin kita ke Stasiun karena waktu udah bener-bener mepet. Bukan kita gak mau naik angkotan umum, tapi kadang situasi dan kondisi memaksa kita memilih angkutan onlen untuk memenuhi kebutuhan kita. Kebayang kan kalo naik angkot kami bisa ketingglan kereta.
Dikereta seperti biasa, tidur adalah kegiatan utama karena perjalanan malam tentu sangat membosankan. Kami memilih keberangkatan jam 16.05 dari Malang dan tiba di Banyuwangi jam 23.40. Perjalanan sore dipilih karena mengingat siangnya kita harus kuliah dulu.
Setiba di Stasiun Banyuwangi Baru kami melanjutkan perjalan ke Pelabuhan Ketapang. Perjalanan sangat lancar tapi anehnya, kami ditawari naik bus sebelum menaiki kapal. Malangnya adalah, kami dituruni secara paksa di suatu terminal "angker" yaitu terminal Mengwi. Tipsnya biar gak dituruni kaya kita, jangan pernah naik bus dengan plat nomor luar pulau Bali karena akan dituruni dengan paksa seperti kita. Bukan hanya itu kalian bakalan dipaksa juga untuk naik angkutan yang udah mereka sediain di sana buat lanjut ke terminal Ubung Denpasar. Sebenernya kita gamasalah sama tarif yang dia tawarkan. Namun cara mereka yang memaksa, bertindak kasar, dan omongan caci maki yang mereka keluarkan itulah yang membuat kita menjadi tidak sudi memberikan uang itu kepada mereka. Banyak cara lain yang bisa dilakukan untuk mencari rejeki dengan tidak memaksa. Sebenernya ini bisa dikategorikan perampokan secara terang-terangan. Kendaraan lain tidak boleh menarik penumpang dari terminal ini. Sedih sih, korbannya adalah penumpang-penumpang/ wisatawan yang ingin berkunjung ke Bali. Pemerintah menutup mata dan telinga akan hal ini. Padahal kejadian ini telah banyak memakan korban. Politik itu kejam! Jujur saya tidak pernah bangga dengan Anda-Anda yang bermegah dengan hasil politik. Makan uang rakyat dan rakyat juga yang jadi korbannya. Ah sudahlah, kalo ingat kejadian ini emosi gw jadi tinggi. Oh ya bukan hanya itu Bule-bule pun ikut menjadi korbannya. Apa gak malu gitu sama negara-negara yang bersangkutan jika warganya diperlakukan seperti itu? Ketika saya di sana sebuah koper bule di tendang sama oknum supir. Itu tindakan yang memalukan, padahal Bali terkenal keramahannya. Please, pemerintah coba sedikit pro ke keamanan dan kenyamanan wisatwan!
Oke! Tutup cerita masalah preman di Mengwi.
Sambil menunggu check ini kita istirahat di penginapan kubu orang kaya. Lumayanlah buat mengademkan diri dan hati. Hahaha... Kita cuma pesen 1 kamar hotel yg rencananya akan kita isi ber 6. Ngakunya sih cuma ber4. Namanya juga kubu kere. Semua harus semurah mungkin. Walopun harus mengaku-ngaku sebagai tamu hotel yang ujung2nya bablas nginap di sana. Setelah kelar urus-urus check in hotel kita akhirnya ke Sanur Beach.
Oh ya di sini gw mau sedikit merenungkan lagi. Jadikan kita itu ber 9. Ber 6 sewa motor, sisanya nge-grab. Kalo mau dipikir-pikir mah sayang banget gitu ya cuma 3 orang yang nge-grab. Pasti patungannya lebih banyak. Di sini gw ngeliat sifat mengalah diantara satu sama lain tuh kerasa banget. Sifat mengikhlaskan uang, dan mengatur mood. Ketika kita di Sanur Beach gw yakin semuanya pada kelaperan. Emosi dong di ubun-ubun tiap-tiap kepala. Ada yang biasa makan banyak, ada yang gabisa laperan, ada yang laper tapi di tahan-tahan, dan bahkan ada yang laper tapi gak berasa laper.Perbedaan itu terasa, sensitifitasnya terasa, tapi gw salut sama tiap-tiap dari kita bisa saling menjaga mood. Bedanya jalan sama orang-orang udah dewasa mah gini. Bahkan ketika kita ada masalah berusaha untuk mengcovernya agar mood teman-teman yang lain terjaga. Pentingnya "bermuka dua" tuh di sini. Menjaga suasa perjalanan itu gak gampang loh. Apalagi jalan bareng teman yang gak dekat dan banyak kepala. Lambat laun saling mengerti satu sama lain akan mendekatkan satu sama lain juga. Lebih banyak sabar dan menahan omongan itu adalah kunci dari sebuah perjalanan yang bikin kangen. Pokoknya salut sama kalian-kalian semua!
Ketika menentukan tempat makan juga pasti kita sama-sama bingung. Di sisi lain yang beragama Kristen pengen banget makan kuliner olahan babi di Bali yang memang surganya kuliner tersebut. Di sisi lain juga kalian memahami agama kami (Islam) yang mengharamkan makanan tersebut. Gw yakin banget tuh kalian pasti berusaha keras buat nahan napsu kuliner kalian demi menghormati kami. Sedangkan kamipun sebaliknya, disisi lain ingin memahami kalian tapi kami sadar diwaktu dan kondisi yang super mepet untuk berleha-leha gak mungkin kita sibuk berpisah-pisah untuk makan. Toleransi antar kita tinggi, walaupun gak terucap tapi diantara kita bisa saling merasakan.
Tiba di hari tes! Oke tidur cuma 3 jam. Pagi-pagi ada yang cuma cuci muka, gak sarapan, dan kondisi badan lelah. Hasilnya? Tidak seperti yang dibayangkan! salut! Hahaha biar kita mendeskripsikan sendiri ya hasil dan bagaimana usaha yang telah kita lakukan. Jujur setelah test kita gak begitu peduli dengan hasil yang kita peroleh. Yang lulus dan yang gak lulus sama-sama lompat-lompat di kasur sambil teriak2 tertawa. Ntah cuma gw yang merasa legah dan bahagianya lepas tanpa pura-pura. Ataukah kita semuanya? Yang jelas di sini suasana kita semakin akrab!
Ceritanya cuma mau beli oleh-oleh bentar, ya namanya cewe pasti bablaslah ampe sore. Menggagalkan rencana awal kita yang akan nginap di Bedegul. Setelah mencari alternatif lainnya. Akhirnya Ubud adalah tujuan kami. DAAAAN... Ketika kita sadar bahwa u tuk menuju penginapan kita harus riding 1 hours 20 minutes. Oh d*mn broh! Perut laper, keringetan, dan cuaca yang super panas akhirnya kita diuji lagi. Lagi dan lagi, kesabaran adalah kunci segalanya. Berkat sabar akhirnya kita sampe di hotel. Kadang kita harus kecewa dengan hal-hal yang sudah kita rencanakan dengan matang namun tergagalkan. Namun kecewa gak selamanya akan membawa kemendungan, mungkin dari kecewa kita disuruh untuk belajar dalam banyak hal. Memahami orang lain untuk lebih mendahulukan kepentingan bersama, atau bahkan belajar bersama-sama bertanggung jawab dalam sebuah keputusan. Ah apapun itu sejatinya kita hidup harus punya persiapan kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi, sebagai contoh menyiapkan plan A, plan B atau bahkan plan C. Jangan merasa kecewa dengan satu kegagalan, masih banyak rencana Tuhan yang lebih baik.
Setelah sampai di hotel di Ubud, kita dikejutkan dengan kondisi hotel yang super duper Balinese banget. Bahkan kita ganyangka itu adalah hotel yang kita pesan. Berada di ketinggian yang ntah berapa kaki. Pokoknya bisa dikategorikan sepi, alias aman lah, alias agak horrorlah. Horror karena kamar kita menghadap ke hutan. Karena budayanya yang sangat kental dan berbeda jauh dari budaya dan kepercayaan yang kita anut, di sini gw merasa banget ketika kita berbeda keyakinan namun kita sama-sama minoritas di suatu tempat, maka kita akan merasakan betapa toleransi itu sangat penting. Orang yang memiliki toleransi tinggi mereka adalah orang-orang yang memiliki pengetahuan dan wawasan yang luas juga. Kita meyakini bahwa kepercayaan yang kita anggap itu adalah paling benar, tapi tidak untuk menjudge orang itu buruk karena tidak satu kepercayaan sama kita. Semua agama diajarkan kebaikan kok. Tuhan kita sama-sama satu. Lantas kenapa harus mempermasalahkan mereka dengan menganggap mereka yang tidak seagama dengan kita itu adalah buruk. Cukup dengan menghormati hak-hak setiap orang untuk memilih agamanya. Belajar memahami agar tidak saling menyinggung dan meremehkan kepercayaan masing-masing orang. Di sini kami yang beragama islam dan beragama kristen sama-sama belajar apa saja hal-hal yang dapat menunjukkan rasa menghormati agama Hindu mereka. Ingat ya hanya menghormati bukan berarti mengikuti. Apasalahnya belajar tenggang rasa antar sesama. Bukankah kalau ingin dihormati kita harus menghormati orang itu terlebih dahulu. Daaaaan lagi-lagi gw sadar, Indonesia itu indah dalam keberagaman.
Sepertinya sampai di sini dulu perenungan kita tentang Bali dan perjalannya. Semoga kalo gak mager ada part 2 nya. Terima kasih teman-teman telah mengajarkan begitu banyak pelajaran hidup yang gabisa gw dapet dari dosen. Semoga masing-masing dari kita sama-sama berkesan dalam kebaikan untuk perjalanan ini. Love you Geng Bali :)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar