Kamis, 13 Desember 2012

From A Deep Heart

Senyum terpaku manatap layar monitor. Ini tentang pemberontakan diri. Pemberontakan yang sangat menyiksa batin. Detik ini batinku terenyah-enyah dilanda konflik yang tiada akhir. Aku terpaku, keheningan terkadang memutar balikka pikiranku akan hal itu, indah, nyaman, tentram, dan terlalu canggung untuk ku ungkapkan dengan kata-kata dalam tulisan ini. Kemarin aku mengatakan apa yang telah aku langgar, konflik ini tak pernah berujung. Aku tak tau apa yang dapat menyelesaikan semua ini kecuali diri dan batinku sendiri. Tak banyak yang ku harapkan,hanya saja aku terlalu menyesali atas apa yang kau langgar. Raga memberontak tapi batin???? Ini selalu berawal ketika keheningan mulai menghantui sisi hari. Aku khawatir dengan rapuhnya diriku yang sekarang, air mata seperti air comberan dikala hujan. Aku tak sekuat dulu, selalu ada senyum setiap kali ada yang menyapaku. Tapi sekarang???? Tidak ada alasan yang lebih kuat untuk melebarkan sisi-sisi bibirku. Keadaan baru? Lingkungan baru? Suasana baru? Ataukah aku yang tanpa sengaja memperbaharui semua? Tapi yang jelas, sekarang aku benar-benar sendiri, mengetik inipun air mata menemani, tetesan itu mengering disisi kerah baju PK unguku. Aku sadar, ini mau tidak mau akan aku jalani, sekuat tenaga meyakinkan bahwa aku tidak berada dalam tempat yang salah. Tempat yang akan membawa kemasa depan yang lebih baik. Merangkai kata untuk menceritakan kepada orang lainpun memaksa otakku bekerja keras agar akan semua yang aku sampaikan tidak membuat mataku spontan membentuk bendungan disekitar kornea. Agar mereka hanya merasakan bahwa aku hanya menyampaikan sebuah cerita bukan derita yang ku alami. Agar mereka menyadari bahwa aku hanya ingin didengarkan bukan untuk dikasihani. Di tempat yang baru ini banyak mengajarkanku hal-hal kecil yang akan menghembuskan angin masa depan. Aku tidak bisa seperti dulu lagi, tidak bisa yang hanya sekedar menerima. Menjadi sendiri itu gamapang-gampang susah. Harus belajar menopang diri, menjaganya tetap berdiri tegak ketika angin kencang berhembus, ketika senggolan-senggolan kecil menyentuh tubuh yang akan membuat titik keseimbangan berpindah tumpu. Seperti apa yang orangtua saya katakan “ here, no one care nak. Tetap tegar untuk belajar menjadi lebih baik, tetap tegar disetiap hembusan kencang angin walaupun kami disini jauh,tak mampu menemani, menjaga mu dari sisi dekat, mendekapmu agar kamu tetap kuat, tapi wujud kasih sayang kami adalah do’a dan apa yang pernah kami ajarkan untukmu, apa yang kamu lakukan hanya kamu yang tau, kebenaran yang sesungguhnya hanya kau yang tau”. Kata-kata ini mengingatkanku pada gerutan kelelahan dikening kedua orang tuaku,wajahnya yang penuh dengan kerutan pahitnya perjuangan dan harapan-harapan pada putra putrinya. Aku begitu merindukannya, rindu akan belaiannya di setiap malamku. Rindu akan semua nasehatnya,rindu akan di setiap sapaannya sebelum dan sesudah tidur, setiap pergi dan pulang sekolah , dan…….. aku berhenti sejenak melanjutkan kata-kataku. Mebaringkan tubuhku, mengatur nafas, menghapus cairan yang keluar dari pelipis mata dan hidung dengan gerakan santai tanpa menimbulkan gerak gerik yang dapat memberikan sinyal kepada teman sekamarku bahwa aku sedang terjatuh dalam jurang kerinduan, keheningan dan hambarnya suasana hati. HAHAHA BODOH !

Tidak ada komentar:

Posting Komentar