Bismillahirrohmanirrohiim, akhirnya gue berkesempatan menulis lagi. Kali ini gue bakalan ngajakin kalian menelusuri Ujung Genteng. "Ujung Genteng? Lu naik ujung genteng ki? kenapa? gentengnya bocor ya?" seabrik pertanyaan polos dari temen gue. Yakali gue si cewek femnim kek gini mau naik atap rumah terus benerin genteng gitu, gak banget lah kayanya.
Ujung Genteng itu bagian paling ujung Sukabumi dah, gimana kagak gue udah hampir mampus di dalam bus gara-gara jalan yang berkelok gak berenti-berenti. Naik turun bukit dan ssusah nemu kota. Ditambah lagi macet parah. Tidur-bangun busnya gak gerak-gerak, esmosi gue. Alhasil perjalanan gue memakan dan meminum waktu 11 jam. Iyuh banget, udah nyampe Jogjes itu mah. Perjalanan gue kali ini bareng anak Angsana Diploma IPB. Jadi gue nebeng gitu, gak mau jadi anggota tapi mau ikut kegiatan mereka wae. Hahaha gue emang egois, EMANG!
Jadi kita sengaja berangkat tengah malem, sekitar jam 1. Bilangnya sih supaya terhidar dari kemacetan. Sepik doang, di titik kemacetan butuh waktu setengah jam buat gerakin bus dan itu juga hanya 2 meter broh. Kebayang gak sih gimana betenya. Capek iya sih, apalagi beberapa jam sebelumnya gue abis jatoh dan lebam gede di kaki kiri gue. Ini semua gara-gara Dino ! Iya gara-gara Dino Ultah walopun gue dibayar dengan makan 2 porsi, dan satu porsinya kebuang. Katro sih gak bisa makan beef, itu piring hampir melayang saking kerasnya. Eh eh back to Ujung Genteng.
Dari kejauhan gue udah ngeliat lautan, kek pantai gitu. Beeeeeeehhh mata gue langsung melek broh, semua pegel-pegel ilang. Pengen nyemplung rasanya, nananna~ akhirnya gue bersenandung. Gue kira setelah gue ngeliat pantai otomatis gue bakalan nyampe dalam waktu 15 menit lagi lah paling lama, dan ternyata gue salah besar broh, hampir satu jam gue bener-bener baru nyampe. Setiba di villa gue laper berat, seafood pun siap disantap. Sejujurnya gue gak suka acara kek ginian, maksudnya gue gak suka kalo jalan nebeng-nenbeng orang gitu, selain gue gak free dan tergantung susunan acara yah gue juga gak suka diatur-atur. Jalan-jalan kok diatur, kumaha ih. Tapi namanya juga nebeng organisasi orang. Ada dua hal yang bikin gue nafsu berat buat nebeng, pertama karena akses menuju sini teh jauuuuh deui, kedua karena setelah gue pikir-pikir dan hitung-menghitung biaya yang dikeluarkan jauh lebih slim kalo ikut nebeng. Gue bersyukur banget bisa nginjakin kaki di Ujung Genteng. Dari semester pertama gue pengen ke sini, searching-searching ampe gak pernah bosan dan akhirnya uuuuukhhhh, Thanks God :)
Menurut cerita, jarak tempuh normal dari kota Bogor mah cuma 8jaman gitu, mungkin karena macet parah jadi 11 jam. Medannyapun beragam, mulai dari jalan lurus, padat penduduk, sepi, padat mobil, berkelok, sampe jalan berbatupun kita lalui.
Ujung Genteng, mata gue pertama kalinya disampbut pantai yang bercadas dan ombak yang gak terlalu besar. Terdapat karang-karang dimana biasanya para pencari ikan atau akrabnya dengan nelayan akan menyandarkan perahu mereka di cadas ini.Pemandangan yang bisa gue liat langsung dari villa ini begitu menentramkan. Seketika gue pengen pindah ke sana, selain sunyi dan fresh banget gue juga suka suara air lautnya. Itu belum seberapa, sesuai namanya Ujung Genteng semakin ke ujung semakin keren, semakin ketemu sense surga kecil-Nya.
Setelah makan dan segla macem, acara selanjutnya adalah ke Penangkaran Penyu. Disana kita diberi materi dan melihat anak tukik di lepas ke lautan secara langsung. Sayangnya anak tukik gak bisa kita pegang karena bakalan mengurangi sensor pengingatnya terhadap tempat dimana dia dilahirkan yang bertujuan agar ketika dia siap bertelur dia akan kembali ke daratan tempat pertama kali dia menetas. Biasanya di Penangkaran Penyu ini dilakukan pelepasan secara masal di jam 17.30an ketika matahari mulai terbenam. Selama menunggu jamnya gue main dulu broh di pantainya sambil berburu sunset.oh ya gue juga vidioin loh
Ini foto pelepasan tukik, lucu pisan. Syang gak bisa dipegang.
setelah puas ngeliat anak tukik yang terombang ambing di bibir pantai, gue pun akhirnya pulang ke villa. Dengan kondisi muka khas gembel gue, guepun akhirnya memecahkan rekor mandi ber-6 di kamar mandi. Bersama orang-orang yang baru dikenal lagi, hahha kocak dah (its not to expose).
Malam pun begitu cepat menjemput, kita diharuskan naik ke bus untuk melihat penyu naik dan bertelur di bibir pantai. Usia relatif buat penyu bertelur adalah 28-30 tahu. Ebuseeeet tuir mat yak. Dari 1000 tukik yang dilepas hanya akan ada 1 penyu yang kembali bertelur di sana. Penyunya pun akan mencari makan samapai Lautan Australi. Gileeee ! Pake visa gak ya?
Selama melihat penyu yang naik ke bibir pantai, kita dilarang keras buat bawa barang yang bisa mengeluarkan cahaya. Karena itu bakalan menghalangi penyu-penyu lain yang akan naik ke bibir pantai. Penyu sangat sensitif dengan cahaya, kecuali cahaya merah.
Disaat penyu bertelur dia kan mengeluarkan cairan dimatanya (seperti menangis)yang fungsinya untuk mengurangi tingkat kepedihan karena diamatanya terdapat kelenjar sekresi garam di belakang matanya.
Karena penyu sangat sensitif maka kamipun harus hati, penerang yang sempurna dari bulan. Bisu gue bener-bener bisu. Pertama kalinya gue ke pantai malem-malem. Pemandangan rembulan dan ombak yang indah broh, speachless gue. Tiba-tiba kangen orang rumah, tiba-tiba kangen temen gue dan tiba-tiba kangen Mamang. Owalah, seandainya gue bisa menikmati indahnya malam ini bersama mereka. Lebih dari kata perfect yang bisa gue lukiskan malam itu. Mungkin suatu saat :)
Kali pertamanya ngeliat penyu dan ternyata gede pisan euy.
Esoknya gue puasa dan hunting foto selama anak-anak breakfast. Airnya jernih euy.
Setelah puas hunting dan nyari oleh-oleh buat temen kosan tercinta (kerang) gue pun akhirnya diharuskan naik bus, kali ini kita ke pantai yang jauh lagi, yang lebih ujung lagi. Namanya pantai pasir putih. Jauuuuuuuh men jauuuuh jalan kaki sekitar 15-20 menit dari pemberhentian terakhir bus (kita menggunakan bus pribdai, dissarankan untuk menyewa motor aja). Panas dan jalan yang gersang membuat niatan ini menjadi surut. Semak-semak bakau dengan jalan yang tandus gak rata adalah jawaban dari keindahan yang sesuangguhnya. Setelah gue ngeliat pantainya dari balik semak-semak bakau guepun langsung teriak dan lari sekenceng-kencengnya "GILAK KEREN" bersih banget, pasirnya halus, ombaknay teratur, luaaaaasss dan sepi. Serasa pantai milik pribadi. Seketika gue melupakan jalan yang gue tempuh tadi. Terbalaskan sangat.
Gak cuma pasirnya yang lembut disini juga terdapat karang-karang yang menjulang tinggi dengan permukaan yang tajam. Gak masalah buat gue, sekalinya kaki ini adalah korban utama dari keindahan yang gak bisa disebutin. Rekomendasi banget dah. Pecaham ombaknya juga gak kalah keren. Sempurna lah sudah.
Setelah puas menelusuri karang yang tajam itu, akhirnya gue dipaksa pulang. Saking bandelnya gue diteriakin sama anak-anak. Ini nih yang bikin males -,-
Gue masih penasaran sama jalan yang semakin ke ujung, sepertinya bakalan ada kejutan lagi dah. Penasaran gue dikalahkan waktu dan gue harus back to Bogor. Lusa gue Ujian Praktikum soalnya.
Alhamdulillah masih bisa menikmati surga kecil-Nya. Berhubung besoknya adalah hari raya idul adha, so kita takbiran di perjalanan yang penuh kemacetan. Terima kasih ya Robb, janji bakalan kesana lagi dah bareng sahabat-sahabat tersayang untuk menelusuri ujung-ujungnya lagi:)
Terima kasih Ujung Genteng yang semakin ke ujung semakin keren.