Senin, 03 Juni 2013

Diesnatalis Diploma IPB ke-7

Diesnatalis Diploma IPB ke-7 ini diselenggarakan di depan panggung serbaguna yang berada di kampus Gunung Gede Diploma IPB. Dengan pakaian yang cukup santai dan sedikit merapikan penampilan, tujuan awal saya adalah makan gratis. Tidak pernah munafik tentang fakta anak kos. Inilah masa-masanya memburu kata "gratis". Tidak ada perlengkapan lain yang harus saya bawa sekalipun itu hanphone. Namun saya membawa teman yang superduper buat saya merasa pede di depan orang, pede berkenalan dengan orang, pede mengekspresikan siapa saya yang sebenarnya, pede berkoar-koar tentang apapun yang saya pikirkan. Kali ini kita berjalan dengan tema "say hay to everyone".
Mengelilingi stand-stand yang tersedia, diawal masuk gerbangpun snack telah memanggil-manggil seluruh alam. Sayang, yang berhak mendapatkan snack itu hanya dan hanya boleh Kak Jesi, karena dia adalah tamu kehormatan alias tamu tuir alias alumni. Suasana ramai, asik, seru, gokil, semuanya bercampur satu. Hingga cerita kamipun dimulai.
Stand pertama yang kita kunjungi adalah stand dari Program Keahlian Perikanan, aneh dan sungguh teramat aneh. Dan keberanian untuk nanyapun dengan sigap meloncat dari sarang mulut ini. Bertubi-tubi pertanyaan tentang ular saya muntahkan, termasuk kenapa belasan ular itu harus berada di stand itu. Benakpun berteriak bak gorila kelaperan "GAK ADA NYMABUNGNYA BEDOOOOON, INI IKAN KENAPA JADI ULAR GINI?" Jawaban yang biasa aja, santai, mukanya datar "saya hanya numpang". Miris, kasihan, dan mukanya yang tanpa ekspresi itupun langsung saya tangkis dengan senyuman sembari berkata "Kenapa ga numpang di stand PVT aja, itu stand saya" dan dia mencoba memberanikan saya untuk memegang ular yang segede lengan itu tanpa memikirkan bahwa saya itu phobia sama yang kaya gituan. Alhasil standnya saya tinggalkan dengan sebagian bulu kuduk berdiri tegak. Baru menyadari bahwa teman saya sedang menjadi tontonan anak-anak yang sedang berkunjung ke acara Disnatalis ini. Sempat kaget, nahan ketawa dan akhirnya tertumpahkan setelah saya meyakinkan diri bahwa itu Kak Jesi. Menjadi pusat perhatian orang dengan berbagai macam suara tawa menggelegar dari seluruh penjuru area. Bagaimana tidak dia berteriak dan lari-lari ketika mas nya memberikan ular, ketika tupai terbang melonca ke arah mukanya, dan ketika biawak tepat di sebelahnya. Semua mata tertuju pada kita yang pada saat itu tepat berada ditengah-tengah lokasi. Malu, sekalian ngeksis sepertinya membantu penebalan lapisan epidermis muka kita. Sampai akhirnya keberanian itu muncul satu sama lain. Dimulai dari teman saya Rokhmat dan Kak Jesi yang memberanikan diri bermain-main dengan ular, dan rasa ketakutan yang amat mendalam di dalam diri sayapun sedikit menghilang dikala teman saya Gita memberanikan diri memegang ular. Benakpun meringis "Kenap Gita bisa, padahal dia anak perkebunan yang tidak pernah menggubriss tentang hewan. Sedangkan saya? seorang Paramedis Veteriner yang dunia kerjanya memang seperti dan di bidang ini". Thanks God, dengan berbekal ilmu yang ada, motivasi diri yang kuat, support teman yang sangat mempengaruhi mindset saya.
Memegang ular jangan pernah dengan rasa takut, karena dampaknya akan pada diri kita. Ketika ular tidak merasa nyaman dengan sentuhan tangan kita yang dialiri rasa takut, geli dan ngeri, ular tersebut akan lebih banyak bergerak karena ketidak nyamanan itu. Itu kan membuat kita lebih sulit untuk meng-handle si ular. Dan saya terapkan apa yang dosen saya pernah bilang bahwa memegang hewan itu haruss dengan perasaan yang kasih. Jangan pernah kasar, karena hewanpun tau, mana yang baik dengan dia, mana yang sayang dengan dia, ataupun yang jahat.
Ini foto saya pertama kali memegang ular


Dan ini foto kita memegang ular (Rokhmat, Jesi, Kiki, Ayu)


Kepuasan tersendiri untuk kita terutama saya. Akhirnya kitapun melabuhkan kaki di stand anak Rohis Diploma sembari mengasapkan diri di dekat jagung bakar. Hasrat makan jagungpun menggebu-gebu, saking menggebunya kitapun membatu yang jualan membakar jagung. Semangat banget kalau jalan bareng mereka, ekspresi itu ada dan keluar. Mendapat kenalan baru yang ternyata orang Prabumulih. Dengan mengakrabkan diri menggunakan bahasa daerah, kitapun akhirnya bercengkrama sembari mengkipass-kipas jagung. Asap mengepulpun tidak jadi penghalang mulut untuk tertutup, terbahak-bahak itu nyata di tengah keramaian acara malam itu.
Menjadi penjual jagungpun kita sanggupin untuk beberapa menit berikutnya.


Tidak hanya sebatas menjadi penjual jagung, kitapun menjajakan Ice Cream. Denga modal mulut toanya Kak Jesi, semuanya akan lebih indah. hahahha termasuk ketongosan gigi inipun kita peragakan di tengah-tengah keramaian malam itu. Beberapa orang yang dapat saya tangkap sedang menertawakan kita. Whatever lah yang penting happy.


Karena kita kocak dan jiwa itu memang mengalir apa adanya. Akhirnya ssayapun membutuhkan waktu setahun untuk menemukan kehidupan saya kembali yang hampir punah. Yah karena kita dipertemukan dalam keadaaan yang tepat. I'm lucky to have them.
Adanya makanan gratis yang dissedian di acara ini membuat acara yang berlangsung semakin seru. Terlihat jelas ketika kita ikut meramaikan antrian Ronde yang wuuuiiih kalau tidak hati-hati kepalapun bisa masuk kedalam panci jahe. Meraup gorengan dengan menggunakan tangan telanjang membuat suasana semakin WAW karena teriakan itu menggelikan. yah, terikan kepanasan. hahhaha semua yang terjadi begitu natural dan mengocok perut.

Menikmati Semangkuk Ronde


Taraaaaaaaaaaa, tibalah diakhir acara. Ketika semua makanan gratis telah habis, kitapun menikmati pentas panggung, kemeriahan panggung, motivasi-motivasi dari alumni, tari daerah, penampilan band yang membuat kita serasa nonton inbox, dan bahkan standup comedy. Sayang, Raditya tidak dapat hadir, dan digantikan dengan... (lupa namanya).

Semuanya akan indah jikalau apa yang dilakukan itu dengan menggunakan style sendiri. Tanpa mempedulikan tawa mereka yang tidak membangun, sortir dan jadikan tawa itu sebagai motivassi untuk berani tampil di depan umum. Menjali hidup dengan menjadi diri sendiri akan jauh lebih menyenangkan dari pada harus hidup dengan aturan dan style orang. Karena kita hidup untuk diri kita, bukan untuk orang. Follow your heart. Konbanwa minasaaaaan :D

Selasa, 4 Juni 2013 - 2.18 PM